KISAH NYATA"SEORANG HAKIM DAN NENEK PENCURI UBI"

Hukum memang harus di tegakan tak terkecuali buat siapapun yang melanggarnya,baik situa atau si muda si kaya maupun si miskin.
Karena hukum tak pandang bulu.......
Kisah nyata"kisah hakim dan nenek pencuri singkong"
Pohon singkong(ilustrasi)

Tapi ada satu pertanyaan besar buat kita semua????????......

Benar benar sudah adilkah hukum di negeri ini.........????

Di saat ada permasalahan kecil yang bisa di selesaikan secara kekeluargaan,justru di bawa ke meja hijau yang menuai banyak protes secara kemanusiaan.
Di manakah hati nurani kita sebagai manusia,di manakah orang orang kaya selama ini yang membiarkan si miskin kelaparan karna tidak punya makanan untuk mengisi perutnya.....mencuri memang salah tapi di manakah nurani kita saat ada nenek yang tidak punya apa apa kelaparan dan terpaksa mencuri ubi sekedar untuk memenuhi kebutuhan perut,tidak lebih hanya untuk di makan.bukan mencuri untuk di jadikan sumber kekayaan.....

Alhamdulillah ternyata masih ada orang baik di negeri ini,se orang penegak hukum yang memang benar benar menjalankan tugasnya tapi punya rasa kemanusiaan yang tinggi

Kisah ini adalah kisah nyata yang terjadi di negeri ini dan sempat menjadi berita media nasional

Seorang hakim galau waktu mendakwa seorang nenek yang terbukti mencuri ubi dan memang mengaku bersalah karena telah mencuri. Di ruang pengadilan, seorang hakim termenung. Nenek beralasan miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun, pengurus ladang ubi tersebut tak peduli, ia tetap pada tuntutannya supaya menjadi pelajaran bagi orang lain.

Hakim menghela napas. Wajahnya muram, matanya sendu “Maafkan saya, Bu,” kata nya sambil memandang nenek itu. “Saya tidak dapat membuat pengecualian. Undang-undang tetap undang-undang. Jadi, anda harus dihukum. Saya mendenda Anda Rp. 1 juta. Jika tidak mampu bayar, Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan undang-undang.”

Nenek itu tertunduk lesu. Ia menangis. Tentu saja uang segitu ia tak mampu membayarnya. Namun, tiba-tiba hakim membuka topi hakimnya, membuka dompet, kemudian memasukan uang Rp. 1 juta ke topinya sembari berkata kepada mereka yang berada di ruang pengadilan, “Atas nama pengadilan, saya menjatuhkan denda kepada setiap orang yang hadir di ruangan ini sebesar Rp. 50 ribu karena menetap di daerah ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sehingga terpaksa mencuri untuk memberi makan cucunya.

Baca juga:
kisah-nyata-mahalnya-sebuah hidayah.html

Saudara-saudara, tolong kumpulkan denda dalam topi saya ini, lalu berikan semuanya kepada tertuduh.” Sebelum palu diketuk, nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp. 3,5 juta. Sebagian dibayarkan kepada pengadilan untuk membayar dendanya. Setelah itu, dia pulang membawa uang sumbangan dengan wajah haru.

Di buku puisi esai saya, Manusia Gerobak, saya menuliskan kisah mengharukan ini dalam bentuk puisi esai panjang. Ini sebagian isinya..

Majelis meja hijau,
Tanggal tigabelas bulan tiga tahun nol tiga
Aku sedikit tercenung
Di hadapanku, pagi itu
Tiga kerat singkong
dan seorang nenek tua di kursi pesakitan
Kata si nenek tua:
Satu kerat buat anak yang sakit
Satu kerat buat cucu yang lapar
Satu kerat lagi,
“saya sudah tiga hari tidak makan”
Singkong bukan sembarang singkong
Singkong bermerek Tapioka Andalas
Milik seorang petinggi partai
berdalih memberi contoh
contoh penegakan hukum
”Lex dura sed tamen scripta
hukum itu kejam, kaku, dan keras1)
Ujar kaki tangan petinggi partai
kasus ini layak dibawa ke pengadilan
Jaksa pun tak kalah lugas
Bukan tiga kerat yang diembat
tapi singkong mukibat tiga ikat
Ibarat satu kilogram merica dibilang setengah ons2)
Maka, si nenek pantas dibui
kurungan seratus limapuluh hari
dan denda satu setengah juta rupiah
Aku harus mengetuk palu
Sembari memandang nenek di kursi pesakitan
“Saya tidak dapat membuat pengecualian hukum
hukum tetaplah hukum
nenek harus dihukum
Nenek dihukum denda satu juta rupiah
Bila nenek tidak mampu bayar
Nenek masuk bui duaratus hari
Atas nama meja hijau
Saya juga jatuhkan denda limapuluh ribu rupiah
pada tiap orang yang hadir di majelis ini
Karena, saudara-saudara sekalian
membiarkan nenek kelaparan”
Aku buka toga
Aku masukkan satu juta dari dompetku
“Saudara panitera, tolong bawa keliling
toga saya kepada semua yang hadir di sini
Serahkan kumpulan denda buat nenek”
Aku ketuk palu tiga kali
Penuh gerutu
Hadirin majelis satu per satu
Tidak terkecuali manajer Tapioka Andalas
yang tersipu malu
jatuhkan kertas nominal limapuluh ribu
Togaku pun penuh kertas nominal
Terhitung dua juta limaratus ribu rupiah
Nenek tua itu langsung bayar denda
Lalu pulang..

Tiap kali saya membaca kisah hakim dan nenek ini, hati terenyuh. Saya kagum pada sikap hakim yang masih punya nurani, kasihan pada nenek yang mencuri karena membela cucunya ini tapi marah pada sikap tetangga yang punya ubi. Kok ada orang setega itu pada seorang nenek tua yang adalah tetangganya sendiri..Apa dia sudah tak punya nurani ?..

Semoga selalu tumbuh hakim hakim baru seperti ini di negeri kita


Elza Peldi Taher
Tag : Kisah nyata
0 Komentar untuk "KISAH NYATA"SEORANG HAKIM DAN NENEK PENCURI UBI""

#.silahkan meninggalkan komentar dengan sopan
#.komentar spam tidak akan muncul
#.komentar anda akan di tinjau sebelum di publikasikan

Back To Top